Rabu, 16 November 2016

RSUD Haulussy Harus Diaudit Eksternal

Ambon - Manajemen RSUD Haulussy Ambon kedapa­tan menunggak utang Bahan Me­dis Habis Pa­kai  (BMHP) khu­susnya obat-obatan kepada pihak ke tiga. Utang tersebut bahkan men­capai angka Rp 14.403.738.694.

Akademisi Fisip Unpatti, Victor Ruhunlela menilai dengan per­soalan hutang ini, adalah suatu keharusan agar dilakukan audit secara ekster­nal.

Menurutnya audit memang sudah seharus­nya dilakukan agar dapat diketahui apa yang menjadi akar permasalahan di RSUD Haulussy apakah ada ke­salahan dalam pengambilan kebi­ja­kan atau ada indikasi penyalah­gunaan dana sehingga tunggakan mencapai Rp 14 milyar.

“Proses audit penting dilakukan agar kita mengetahui apa sebe­nar­nya yang terjadi dengan penge­lolaan keuangan disana. Audit harus dilakukan oleh lembaga audit eks­ternal dan hasilnya harus disam­paikan kepada publik karena bisa saja ada keterlibatan pemerintah dae­rah dalam membengkaknya hutang ini,” ungkapnya.

Selain itu, audit juga harus dila­kukan terhadap pengadaan perlatan di RSUD Haulussy karena timbul banyak sekali permasa­lahan misal­nya pelayanan yang tak maksimal lantaran alat yang ada juga tidak sesuai standar rumah sakit.

Ruhunlela juga meminta peme­rintah daerah dan gubernur bisa serius menangani permasalahan RSUD Haulussy ini karena ini menya­ngkut masalah pelayanan dasar yang sangat penting bagi masya­rakat. “Harusnya direktur yang ber­tang­gungjawab terhadap manaje­men yang tak beres ini. Ganti saja kalau ia memang tidak kompeten,” ujarnya.

Sebagaimana diberitakan sebe­lumnya, Komisi D DPRD Maluku merekomendasikan kepada pihak rumah sakit agar dapat melibatkan BPK untuk melakukan audit terha­dap keuangan agar diketahui akar permasalahannya.

Utang tersebut terungkap dari penjelasan Direktur RSUD Hau­lussy, Justini Pawa saat rapat dengar pendapat bersama Komisi D DPRD Maluku di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon, Selasa (15/11).

Tunggakan BMHP ini juga ter­nyata menjadi salah satu faktor dari mencuatnya aksi mogok para dokter di RSUD Haulussy pekan lalu.

Para dokter menolak menjalan­kan tugasnya karena tak adanya BMHP yang digunakan terutama untuk dokter spesialis bedah.

Pawa menjelaskan sebenarnya munculnya hutang ini sudah sejak tahun 2014. Saat itu, sesuai DPA PAGU, dana BMHP pasien jaminan kesehatan nasional (JKN)/BPJS adalah sebesar Rp 2,3 milyar.

Ternyata dalam tahun itu, ada juga peralihan pasien Askes ke JKN sehingga terjadi kenaikan jumlah kunjungan yang cukup drastis.

Ini juga menyebabkan adanya sida utang yang biasanya dibayar langsung oleh Askes masuk ke RS­UD Haulussy sebesar Rp 425 juta.

“Di tahun 2015, terjadi kekoso­ngan obat untuk pasien Jamkesda dan pasien umum karena penga­daan obat itu melalui tender. Dengan demikian, pihak RSUD harus ter­paksa menggunaan obat dari pa­sien BPJS karena itu terjadi penum­pukan belanja obat JKN,” jelasnya.

Pawa mengatakan sampai pada akhir 2015, total dana yang dibutuhkan RSUD untuk obat BHMP seluruh pasien adalah kurang lebih Rp 28 milyar. Dengan adanya subsidi dari APBD sebesar Rp 21 milyar maka ada utang yang harus menjadi tanggungan pada tahun 2016 sebesar Rp 7 milyar.

Memasuki tahun anggaran 2016, dana obat yang diestimasi adalah Rp 23 milyar. Dengan tambahan utang, maka total biaya obat yang harus dibayarkan di tahun 2016 adalah sebesar Rp 30 milyar. “Dana yang tersedia dalam DPA RSUD adalah Rp 16 milyar. Sehingga bila dikurangi dengan jumlah utang, maka masih tertunggak sekitar Rp 14 milyar,” ungkapnya. (S-42)

0 komentar:

Posting Komentar