Ambon - Manajemen RSUD Haulussy Ambon kedapatan menunggak utang Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) khususnya obat-obatan kepada pihak ke tiga. Utang tersebut bahkan mencapai angka Rp 14.403.738.694.
Akademisi Fisip Unpatti, Victor Ruhunlela menilai dengan persoalan hutang ini, adalah suatu keharusan agar dilakukan audit secara eksternal.
Menurutnya audit memang sudah seharusnya dilakukan agar dapat diketahui apa yang menjadi akar permasalahan di RSUD Haulussy apakah ada kesalahan dalam pengambilan kebijakan atau ada indikasi penyalahgunaan dana sehingga tunggakan mencapai Rp 14 milyar.
“Proses audit penting dilakukan agar kita mengetahui apa sebenarnya yang terjadi dengan pengelolaan keuangan disana. Audit harus dilakukan oleh lembaga audit eksternal dan hasilnya harus disampaikan kepada publik karena bisa saja ada keterlibatan pemerintah daerah dalam membengkaknya hutang ini,” ungkapnya.
Selain itu, audit juga harus dilakukan terhadap pengadaan perlatan di RSUD Haulussy karena timbul banyak sekali permasalahan misalnya pelayanan yang tak maksimal lantaran alat yang ada juga tidak sesuai standar rumah sakit.
Ruhunlela juga meminta pemerintah daerah dan gubernur bisa serius menangani permasalahan RSUD Haulussy ini karena ini menyangkut masalah pelayanan dasar yang sangat penting bagi masyarakat. “Harusnya direktur yang bertanggungjawab terhadap manajemen yang tak beres ini. Ganti saja kalau ia memang tidak kompeten,” ujarnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Komisi D DPRD Maluku merekomendasikan kepada pihak rumah sakit agar dapat melibatkan BPK untuk melakukan audit terhadap keuangan agar diketahui akar permasalahannya.
Utang tersebut terungkap dari penjelasan Direktur RSUD Haulussy, Justini Pawa saat rapat dengar pendapat bersama Komisi D DPRD Maluku di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon, Selasa (15/11).
Tunggakan BMHP ini juga ternyata menjadi salah satu faktor dari mencuatnya aksi mogok para dokter di RSUD Haulussy pekan lalu.
Para dokter menolak menjalankan tugasnya karena tak adanya BMHP yang digunakan terutama untuk dokter spesialis bedah.
Pawa menjelaskan sebenarnya munculnya hutang ini sudah sejak tahun 2014. Saat itu, sesuai DPA PAGU, dana BMHP pasien jaminan kesehatan nasional (JKN)/BPJS adalah sebesar Rp 2,3 milyar.
Ternyata dalam tahun itu, ada juga peralihan pasien Askes ke JKN sehingga terjadi kenaikan jumlah kunjungan yang cukup drastis.
Ini juga menyebabkan adanya sida utang yang biasanya dibayar langsung oleh Askes masuk ke RSUD Haulussy sebesar Rp 425 juta.
“Di tahun 2015, terjadi kekosongan obat untuk pasien Jamkesda dan pasien umum karena pengadaan obat itu melalui tender. Dengan demikian, pihak RSUD harus terpaksa menggunaan obat dari pasien BPJS karena itu terjadi penumpukan belanja obat JKN,” jelasnya.
Pawa mengatakan sampai pada akhir 2015, total dana yang dibutuhkan RSUD untuk obat BHMP seluruh pasien adalah kurang lebih Rp 28 milyar. Dengan adanya subsidi dari APBD sebesar Rp 21 milyar maka ada utang yang harus menjadi tanggungan pada tahun 2016 sebesar Rp 7 milyar.
Memasuki tahun anggaran 2016, dana obat yang diestimasi adalah Rp 23 milyar. Dengan tambahan utang, maka total biaya obat yang harus dibayarkan di tahun 2016 adalah sebesar Rp 30 milyar. “Dana yang tersedia dalam DPA RSUD adalah Rp 16 milyar. Sehingga bila dikurangi dengan jumlah utang, maka masih tertunggak sekitar Rp 14 milyar,” ungkapnya. (S-42)
0 komentar:
Posting Komentar