Ambon - Sekot Ambon, AG Latuheru boleh mengelak, tetapi bukti dugaan keterlibatannya dalam paket pekerjaan terminal transit Passo bernilai miliaran rupiah tanpa tender sudah di tangan jaksa.
Tim penyelidik Kejati Maluku sementara mendalami bukti-bukti tersebut, termasuk hasil pemeriksaan puluhan pimpinan dan staf SKPD Pemkot Ambon.
Saat dicecar tim penyelidik, sejumlah pimpinan SKPD sudah buka mulut dan mengungkapkan dugaan keterlibatan Latuheru dalam proyek sarat KKN itu.
“Sudah kita amankan bukti dan semua dokumen, sementara didalami, dan dievaluasi lagi hasil pemeriksaan saksi-saksi,” kata sumber di Kejati Maluku, kepada Siwalima, Kamis (18/5).
Soal pemeriksaan Latuheru, sumber itu mengatakan, hasil evaluasi pemeriksaan saksi-saksi dan pengkajian dokumen akan menentukan siapa yang bakal dipanggil selanjutnya.
“Pokoknya ikuti saja. Saksi-saksi dari SKPD yang diperiksa sudah beberkan semua ke tim penyelidik, termasuk dugaan keterlibatan Sekot. Nanti kita dalami lagi,” tandasnya.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapulette yang dikonfirmasi tak banyak berkomentar. Ia hanya mengatakan, evaluasi penyelidikan masih dilakukan. Setelah itu baru diagendakan pemeriksaan.
“Sedang berproses. Masih penyelidikan dan tim kan evaluasi hasil penyelidikan. Sementara ini permintan keterangan belum dilakukan. Prose tetap jalan dan soal siapa lagi yang akan dipanggil dan pihak-pihak mana, itu nanti setelah tim evaluasi dulu. Jadi mohon bersabar,” kata Sapulette kepada Siwalima, di ruang pers Kejati Maluku, Kamis (18/5).
Harus Periksa Sekot
Tim penyelidik Kejati Maluku harus juga memeriksa Sekot Ambon, AG Latuheru. Jangan hanya mencecar pimpinan SKPD.
Skenario penunjukan langsung paket pekerjaan mega proyek terminal transit Passo juga melibatkan dirinya.
Surat permintaan penunjukan langsung atas paket miliaran rupiah yang keluarkan oleh Kepala Dinas Perhubungan Kota Ambon Morits R Lantu, sebelum sampai ke tangan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, lebih dulu parkir di meja Latuheru.
“Alurnya seperti itu, jadi kalau surat mau ke Walikota masuk dulu ke Sekot. Ia periksa. Kalau sudah paraf, baru diteruskan ke Walikota. Administrasinya gitu,” kata salah satu staf Pemkot Ambon kepada Siwalima, Rabu (17/5).
Staf yang mengaku juga pernah diperiksa oleh tim penyelidik Kejati Maluku soal terminal transit ini, mengatakan, sebagai Sekot Latuheru tahu berbagai kebijakan soal pekerjaan terminal transit.
“PPTK, PPK itu kan anak buahnya. Jadi masa tidak tahu, Sekot tahu semua cerita tentang terminal transit dan berbagai ketidakberesan yang terjadi,” ujarnya.
Staf yang meminta namanya tidak dikorankan ini mengatakan, tim penyelidik sudah mengantongi banyak bukti soal borok di proyek terminal transit Passo. Hanya saja, berani atau tidak untuk membongkar tanpa melindung siapapun. “Semua kita sudah buka. Tinggal kejaksaan berani atau tidak,” tandasnya.
Ia juga meminta tim penyelidik tidak tebang pilih dalam memeriksa pejabat pemkot. “Periksa semua yang terkait, jangan hanya SKPD saja, lalu yang di atas gimana. Biar terang menderang, periksa semua yang terkait,” tandasnya lagi.
Sekot Ambon AG Latuheru mengaku kecewa dengan pemberitaan, terkait dugaan keterlibatannya dalam penunjukan langsung mega proyek terminal transit Passo. Ia enggan lagi berkomentar.
“Saya kecewa dan tidak mau memberikan komentar apapun terkait dengan pembangunan terminal transip passo,” ujarnya singkat kepada Siwalima saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Kamis (18/5)
Sementara mantan Kepala Dinas Perhubungan Kota Ambon, Morits R Lantu yang dihubungi Siwalima melalui nomor 081343092964. lain lagi sikapnya. Saat mengangkat telepon, ia mengaku salah sambung dan mematikan teleponnya.
Dukung Jaksa
Sebelumnya Sekot Ambon AG Latuheru mengaku, mendukung langkah hukum Kejati Maluku membongkar borok dalam proyek terminal transit Passo.
“Jadi kita mendukung langkah jaksa untuk menuntaskan kasus terminal transit Passo dan saat ini proses pemeriksaan masih terus berjalan. Pemerintah mendukung apa yang dilakukan oleh pihak kejaksaan agar kasus ini tuntas,” kata Latuheru, kepada Siwalima Rabu (17/5) di Balai Kota.
Ditanya soal surat ‘surat sakti’ dari Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dan Kepala Dinas Perhubungan Kota Ambon, Morits R. Lantu untuk penunjukan langsung paket pekerjaan tahun 2012, Latuheru justru mengaku, tidak tahu. Ia meminta dikonfirmasikan ke PPTK. Namun ia tak menyebutkan, siapa PPTK tersebut.
“Staf yang berhubungan langsung dengan proyek dan mereka lebih tahu soal surat tersebut,” ujarnya.
Latuheru mengatakan, biarkan proses kasus ini berjalan di tangan jaksa, karena mereka yang dapat membuktikan proyek transit Passo bermasalah ataukah tidak.
“Banyak staf yang sudah menjalani pemeriksaan dan biarkan dari keterangan dan pemerintah selalu mendukung proses itu,” tandasnya.
Sikap mengelak Latuheru yang mengaku tidak tahu soal surat sakti Walikota dan Kadis Perhubungan, Morits R Lantu patut dipertanyakan. Sebab, ia bertanggung jawab terhadap seluruh perumusan kebijakan kepala daerah.
Setali tiga uang. Sikap mengelak juga ditunjukan oleh Morits R. Lantu. Ia mengaku tidak tahu soal penunjukan langsung paket proyek terminal transit Passo tahun 2012. Bahkan ia menegaskan, tidak pernah ada penunjukan langsung.
“Tidak pernah, saya tidak ada di situ,” tandas Lantu, yang dikonfirmasi tadi malam. Lucunya, sebelum mematikan telepon genggamnya, Lantu mengatakan, salah sambung.
Bukti di Jaksa
Bukti pekerjaan mega proyek terminal transit Passo yang digarap tanpa tender sudah di tangan tim penyelidik Kejati Maluku.
Paket miliaran rupiah itu dikucurkan kepada PT Reminal Utama Sakti, yang merajai pekerjaan proyek tersebut sejak tahun 2007 atas ‘surat sakti’ dari Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dan Kepala Dinas Perhubungan Kota Ambon, Morits R. Lantu.
Sumber di Pemkot Ambon mengaku, surat sakti dan dokumen penunjukan langsung paket pekerjaan sudah diserahkan kepada tim penyelidik beberapa waktu lalu.
“Dokumennya sudah diserahkan. Diminta penyidik, jadi kita serahkan semua,” ujar sumber itu, kepada Siwalima, Selasa (16/5).
Pekerjaan tanpa tender yang maksudkan adalah tahun 2012. Hal itu, berawal dari adanya surat permohonan Kepala Dinas Perhubungan Kota Ambon saat itu, Morits R. Lantu kepada Walikota Ambon Richard Louhenapessy untuk pekerjaan sejumlah kegiatan dilakukan melalui penunjukan langsung.
Dalam surat Nomor: 550/414/DISHUB tertanggal 22 Maret 2012 itu, tertulis perihal penyampaian lembaran persetujuan penunjukan langsung.
Ada tiga kegiatan/paket pekerjaan yang diminta oleh Lantu untuk dilakukan penunjukan langsung, yaitu, satu pembangunan Terminal Transit Tipe B Passo tahap V dengan kontaktor PT Reminal Utama Sakti, Jl. AY. Patty No. 87 Ambon, dengan nilai Rp. 2.175.750.000.
Dua, perencanaan ulang Terminal Transit Tipe B Passo dengan kontraktor PT Astakona Duta Sarana Dimensi Cabang Ambon, Jl. Gudang Arang, SK 40/31 Ambon. Nilai pekerjaan Rp. 250.000.000. Tiga, pengawasan teknis pembangunan Terminal Transit Tipe B Passo Tahap V, dengan kontraktor CV Jasa Intan Mandiri, Jl. Dr. Kayadoe No. 42 Ambon. Nilai pekerjaan Rp. 74.250.000.
Untuk meyakinkan Walikota, Lantu menyampaikan beberapa alasan mengapa ia meminta ketiga paket pekerjaan itu dikerjakan tanpa tender. Alasannya, kegiatan tersebut adalah pekerjaan lanjutan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pasal 38 butir 5 (b) dan peraturan Menteri Keuangan Pekerjaan Umum Nomor: 07/PRT/M/2011 tentang standar dan pedoman pengadaan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultasi.
Tembusan surat yang sifatnya penting itu, disampaikan kepada Kepala Bappekot Ambon, Inspektur Kota Ambon, dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Kota Ambon.
Masih kata sumber itu, tak lama kemudian surat Lantu tersebut direspons oleh Walikota. Ia menyetujui permintaan Lantu.
Selanjutnya Walikota meminta Lantu melakukan penunjukan langsung dengan memperhatikan dan berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 dan peraturan lain yang berlaku.
Salahi Aturan
Sekretaris Umum DPD Asosiasi Kontraktor Air (Akaindo) Provinsi Maluku, Najir Samal menilai, penunjukan langsung pekerjaan proyek terminal transit Passo menyalahi Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa.
“Aturan semua jelas baik dari Permen, Pepres kalau di bawah 100 juta itu sah-sah saja penunjukan langsung, tetapi di atas itu sudah harus tender ,” tandas Samal.
Kendatipun penunjukan langsung, kata Samal, harus dilihat juga kontraktor atau rekanan yang profesional. Jangan sampai proyek menjadi tidak beres.
“Kalau penunjukan langsung, kan dipertanyakan apakah SKPD yang memberikan pekerjaan itu bisa dipertanggungjawabkan atau tidak, karena bisa berdampak pada pekerjaan,” ujarnya.
Samal mengaku prihatin melihat fisik terminal transit Passo. Anggaran jumbo mencapai Rp 55 miliar lebih sudah digelontorkan, tetapi proyeknya mangkrak. “Kasihan sekali dengan dana besar sudah dikeluarkan. Jadi biarlah proses hukum jalan saja,” tandasnya.
Hal senada juga disampaikan salah satu pengusaha Maluku, Dedi Sangadji. Menurutnya, kebijakan penunjukan langsung pekerjaan proyek terminal transit melanggar aturan.
“Sesuai Perpres kalau nilainya di bawah Rp 100 juta itu baru penunjukan langsung, tetapi kalau diatas itu harus tender. Jadi kalau ada pada tahun 2012 itu penunjukan langsung sementara nilainya di atas 100 juta rupiah maka itu salah dan langgar Perpres,” tandas Dedi Sangadji, salah satu pengusaha Maluku, kepada Siwalima, Senin (15/5).
Menurutnya, dalam Perpres tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah Nomor 54 tahun 2010 dan dirubah menjadi Perpres Nomor 70 tahun 2012, dan diubah lagi dengan Perpres Nomor 4 tahun 2015 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa sudah jelas menyebutkan, pengadaan langsung dapat dilakukan terhadap barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bernilai paling tinggi Rp100.000.000,00.
“Jadi dalam Perpres yang baru maupun yang lama, semua itu jelas. Jadi otomatis kalau ada penunjukan langsung di atas nilai 100 juta rupiah maka salah dan itu sudah tidak sesuai dengan Perpres,” tegasnya.
Sangadji mengakui, proyek terminal transit Passo merupakan satu kesatuan. Dibolehkan penunjukan langsung jika proyeknya multiyear. Setiap tahun bisa dilakukan penunjukan. Namun karena sumber anggarannya berbeda, yaitu dari APBD Kota Ambon, APBN dan APBD Provinsi Maluku, sehingga tidak bisa dilakukan penunjukan langsung dengan alasan merupakan proyek lanjutan.
“Jadi itu memang satu kesatuan. Tetapi itu kalo tender multiyear, setiap tahun itu dilakukan penunjukan saja. Tetapi yang terjadi ini terminal transit itu kan terpisah-pisah anggarannya. Jadi kalau terpisah tidak bisa penunjukan. Dari segi Perpres salah,” tandasnya. (S-27)
0 komentar:
Posting Komentar